20 September 2008

PERJUANGAN GENDER (1)


Kemarin, saya menemukan dialog dalam komunitas mahasiswi (di depan lift lantai 1 Kampus Ciputat)membahas tentang persamaan gender yang begitu menarik !. Agar dapat mendengarkan lebih intens, saya sengaja tidak segera masuk ke dalam lift sehingga bisa lebih lengkap mendengar perbincangan mereka.
Salah satu mahasiswi (senior) menegaskan bahwa "kita (kaum perempuan) harus menuntut persamaan hak yang benar-benar setara dengan kaum pria. Pokoknya harus bisa jadi pemimpin di mana saja, seperti halnya kaum pria. Itulah inti dari perjuangan persamaan gender yang kta perjuangkan.
Sayang sang mahasiswa senior tadi tidak menjelaskan lebih lanjut tentang makna "setara",karena ada muatan emosional saat mengucapkan kata "pokoknya".
Di tayangan televisi saya pernah menonton perdebatan antara tokoh perempuan Indonesia yang sedang mencalonkan diri menjadi presiden pada Pemilu 2009, dengan seorang Ustads tentang pandangan agama (Islam) terhadap masalah persamaan gender ini. Bahkan 2 hari yang lalu saya juga menikmati siaran TV yang menayangkan wawancara Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan tentang masalah ini, melalui konteks persinggungan budaya (Jawa) perihal istilah "konco wingking" dan Letak Gedung Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang posisinya masih berada dibelakang Gedung Kantor Kementerian yang lain.

Secara pribadi,saya sangat setuju dan mendukung perjuangan kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya yang (mungkin banyak) tertindas atau terabaikan, hanya karena agama yang saya yakini (Islam) memang memposisikan perempuan di tempat yang sangat istimewa. Bukan karena saya dilahirkan oleh seorang perempuan atau karena istri saya seorang perempuan. Atas dasar keyakinan saya itulah maka seluruh kaidah Islamiyah, saya upayakan untuk senantiasa dan sebisa mungkin saya jalani, demi mecari keridhaan Allah s.w.t.semata, dan bukan untuk hal yang lain (yang dapat menyeret saya pada kemusrikkan karena menduakan Allah) .
Oleh karena itu saat Rosulllah ditanya oleh seorang pria, "wahai Rosulullah, siapa orang yang pertama kali harus saya hormati di dunia ini ?, maka Rosulullah menjawab "Ibumu !". "Setelah itu siapa yang harus saya hormati wahai Rosulullah".jawab Rosulullah "Ibumu !" . Kemudian sang pria tersebut melanjutkan pertanyaannya lagi kepada Rosulullah "Siapa lagi setelah itu ya Rosulullah ?", dan sekali lagi Rosulullah menjawab dengan tegas "Ibumu ! dan setelah itu baru Bapakmu !". .
Islam tanpa ragu-ragu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya (laki-laki ataupun perempuan)untuk menghormati ibu-nya (yang notabene adalah perempuan) maka tidak ada tawaran lain bagi saya selain untuk melakukan rasa hormat menurut kaidah agama maupun kaidah budaya.
Sungguh Islam justru memberikan perlindungan kepada kaum perempuan dengan ajarannya, sehingga tak satupun ada perintah Allah di dalam Al Qur'an yang beresensi paradoks merendahkan martabat kaum perempuan. Itu sebabnya kajian terhadap ajaran Islam yang menyangkut fiqih perempuan/fiqih wanita hendaknya dicermati dengan kesungguhan hati, dan bukan dengan "pokoknya" yang berkonotatif keputus-asaan. Yakinlah bahwa agama memang berasal dari Allah yang Maha Suci dan PASTI TERBEBAS dari noda kesalahan. Hanya keterbatasan berfikir kita sajalah yang menimbulkan kekeliruan,kesalahan dan dosa sebagai refleksi sifat bawaan seorang hamba.
Sungguh,hak istimewa seorang perempuan di mata Islam, bukan sekedar menuntut penghapusan etika budaya tentang istilah "konco wingking" atau memindahkan letak gedung kantor agar posisinya sejajar secara matematis maupun garis pandangan mata sejajar tanpa selisih satu senti meter-pun dengan "kantor lain" (yang berkonotatif pria punya kuasa). Hak istimewa seorang perempuan (ibu) di dalam Islam, justru menempatkan seorang ibu (perempuan)TIDAK SAMA dengan penghormatan seorang anak kepada bapaknya (pria), dan ini merupakan konskuensi logis yang harus diterima oleh seluruh penganut Islam yang taat (termasuk seluruh pria muslim tanpa kecuali), yang tidak peragu dan yang tidak mengimani keyakinan lain selain Islam itu sendiri !.
Kalau dalam hal menjadi imam Sholat dipertanyakan hak seorang pria memimpinnya, bukan berati meragukan keimanan dan kekusyukan sholatnya kaum perempuan, akan tetapi memang Allah memberikan ketentuan imam sholat haruslah seorang pria (saat makmumnya pria dan perempuan). Sama halnya tidak seorangpun diantara kita bisa menjawab mengapa tak seorang perempuan-pun di dunia ini yang diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi atau rosulNYA, tentu hak ini bukan karena alasan KEADILAN GENDER, akan tetapi hak Allah sebagai Sang Pencipta.
Diskusi persamaan hak tentang gender mudah-mudahan tidak kepleset pada otoritas kaum perempuan untuk hamil dan (maaf) dihamili. Karena saya kelewat takut perkembangan Genetic Engineering ke depan akan merekayasa lahirnya pria-pria yang memiliki organ kandungan (Tuba Uterina) lengkap dengan ovarium dan ovum-nya bahkan sekalian dengan hormon kewanitaannya. Malapetaka ini bukan cuma karena terinspirasi skenario film Holywood yang dibintangi sang Gubernur, Arnold Swasenerger?, akan tetapi terlebih adanya peringatan Tuhan, sekian ribu tahun yang lampau, agar kita tidak berbuat melampaui batas, seperti kaum Sodom dan Gomorah.

Saya cium telapak kaki dan jemari kaki mungil Ibu, saat saya mohon ampun dan menyesali diri atas dosa dan seluruh kesalahan, (setiap kali saya sowan di bulan Syawal/Lebaran), itupun tidak akan sepadan dengan pengorbanan ibu saya saat menjalani tugas fitrohnya sebagai seorang perempuan (yang melahirkan dan membesarkan anak dengan keichlasan cintanya)
Saya juga berharap agar kaum perempuan tidak terpeleset dengan membenci kodratnya sebagai seorang perempuan, yang justru dimuliakan di hadapan Allah. Ada suatu peristiwa yang diyakinkan oleh Rosulullah kepada kita, bahwa seorang perempuan pelacur, saat menjumpai seekor anjing buduk yang sekarat dan kehausan, diberinya minum air yang diambil dengan sepatunya. Ternyata perbuatan perempuan yang mengasihi hewan ciptaan Tuhan itu, memperoleh jaminan surga jannatinnaim. Subhanallah... Sebaliknya tidak ada satupun ayat-ayat Al Qur'an yang memberikan hak istimewa kepada kaum pria penzina untuk melenggang masuk sorga tanpa chisab serta taubat yang diterimaNYA.

Kita syukuri keberadaann kita sebagai pria ataupun wanita/perempuan dengan hak-haknya yang telah diatur oleh Allah s.w.t di dalam kaidah agama, seperti yang telah dilakukan oleh presiden ke lima RI dengan mencantumkan nama seorang pria (bapaknya) di belakang namanya sendiri, dan ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan menggunakan nama resmi beliau Meutia Hatta dan bukan Meutia Rahmi (nama seorang perempuan yaitu ibunya).
Tidak pula mengurangi rasa hormat seluruh rakyat Indonesia terhadap Ibu negara kita yang mencantumkan nama suami (pria dibelakang nama beliau) yaitu Ani Susilo Bambang Yudhoyono, atau almarhum mantan ibunegara kita yang dulu Ibu Tien Suharto,maupun Ibu Fatmawati Soekarno.
Banyak perempuan yang kita temui melajang atau sedang melajang bahkan pejuang kesetaraan gender, ternyata tidak ingin mencantumkan nama seorang pria(nama Bapaknya apalagi mantan suaminya?) namun kenyataannya dia tetap mencantumkan nama marganya yang notabene adalah nama seorang pria !.
Ya.. kita hormati saja.....karena itu memang haknya !.

Tidak ada komentar: